International Rubber Consortium Limited (IRCO)

International Rubber Consortium Limited (IRCO)  : Karet alam merupakan salah satu komoditi industri hasil tanaman tropis yang mempunyai peranan penting dan strategis dalam mendukung perekonomian nasional, utamanya sebagai sumber perolehan devisa dan sumber nafkah berjuta-juta petani karet di pedesaan sehingga dapat membendung arus urbanisasi, serta sebagai penyedia lapangan kerja bagi buruh pabrik karet. 

Penting dan strategisnya komoditi karet alam ini tidak hanya dirasakan oleh negara-negara produsen karet alam, seperti Indonesia, Vietnam, India, Thailand dan Malaysia, tetapi juga dirasakan oleh negara-negara konsumen/pengimpor. Negara-negara konsumen mempunyai kepentingan yang kuat akan kesinambungan pasokan karet alam sebagai bahan baku industri strategis, seperti industri ban otomotif, industri peralatan militer, industri sarana medis (sarung tangan, kondom, catether) dan lain-lain. Disatu pihak, negara-negara produsen menginginkan harga yang tinggi, namun di lain pihak, negara-negara konsumen menginginkan harga yang rendah. Oleh karena itu, keseimbangan antara produksi karet alam (yang dipasok oleh negara-negara produsen) dengan konsumsi (untuk kebutuhan industri di negara-negara konsumen), sangat menentukan terciptanya harga yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak (negara produsen dan negara konsumen).

Menurunnya harga karet alam mulai terjadi sejak terjadinya krisis moneter pada bulan Juli 1997, dimana pada saat itu nilai mata uang negara-negara produsen karet alam (seperti Thailand, Malaysia dan Indonesia) telah terdepresiasi dengan nilai mata uang US dollar. Pada mulanya, masyarakat perkaretan Indonesia mendapat “durian runtuh” akibat terpuruknya nilai rupiah terhadap US dollar sampai 10 kali lipat (300-400%) dibandingkan dengan depresiasi negara-negara produsen karet utama lainnya, yaitu Thailand dan Malaysia (30-40%). Saat itu, pembeli luar negeri memalingkan perhatiannya kepada Indonesia yang masih bisa menjual karet alam dengan harga “lebih murah” karena perbedaan tingkat keterpurukan nilai mata uang tersebut. 

Namun, pada semester kedua tahun 1998, ketika harga beras melonjak tiga kali lipat yang disebabkan karena terjadinya kegagalan panen sebagai dampak dari kekeringan El Nino, petani karet menyadap lebih banyak (pagi, siang, malam), untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, sehingga produksi dan ekspor karet alam dari Indonesia meningkat tajam. Peningkatan ekspor/supply tersebut, ternyata jauh melebihi kapasitas penyerapan konsumsi karet alam dunia. Akibatnya, harga karet alam semakin terpuruk. Pihak yang paling menderita akibat terus menurunnya harga karet di pasaran dunia adalah para petani, dan apabila permasalahan ini tidak diatasi, dikuatirkan para petani tidak tertarik lagi untuk berusaha di bidang karet.

Organisasi Karet Alam Internasional atau International Natural Rubber Organization (INRO), yang saat itu diharapkan dapat mengatasi terus terpuruknya harga karet alam di pasaran internasional, ternyata tidak membawakan hasil, dan bahkan harga semakin merosot

Sebagaimana diketahui, INRO dibentuk untuk kepentingan negara produsen dan negara konsumen, yaitu mencapai suatu harga karet alam yang stabil di pasaran internasional, dengan tidak meninggalkan prinsip mekanisme pasar. Stabilisasi harga dilakukan dengan berpedoman pada Perjanjian Karet Alam Internasional atau International Natural Rubber Agreement (INRA), yaitu melalui operasi “Buffer Stock”, dengan cara membeli karet alam pada saat harga internasional “lebih rendah” dari reference price atau menjual pada saat harga “lebih tinggi” dari reference price. Besarnya Reference price telah ditetapkan dalam INRA 1995, dalam mata uang Ringgit Malaysia atau Dollar Singapore.

Negara-negara anggota INRO terdiri dari negara-negara produsen/ negara eksportir (Cote d’Ivoire, Indonesia, Malaysia, Nigeria, Sri Lanka dan Thailand) dan negara konsumen/importir (China; Masyarakat Eropa, yaitu : Austria, Belgia-Luxembourg, Denmark, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Irlandia, Italia, Belanda, Spanyol, Swedia dan Inggris; Jepang; dan Amerika Serikat. 

Kinerja INRO dipertanyakan, karena tidak mampu mengatasi merosotnya harga. Selanjutnya, beberapa negara produsen karet alam seperti Malaysia, Thailand dan Sri Lanka akhirnya menyatakan mundur dari keanggotaan INRO. Malaysia secara resmi telah menyatakan keluar dari INRO yang berlaku efektif pada tanggal 15 Oktober 1999, disusul Thailand pada tanggal 26 Maret 1999 yang akan berlaku efektif tanggal 26 Maret 2000 dan terakhir Sri Lanka menyusul pada tanggal 16 Juli 1999. Meskipun saat itu Indonesia merasakan dampak negatif dari penurunan harga karet, Indonesia tidak ingin keluar begitu saja dari INRO, karena menganggap INRO sangat penting, dan selain itu waktu itu tidak ada alternatif lain yang menjadi jalan keluar untuk menaikkan harga. Oleh karena itu, INRO harus dipertahankan.

Pemerintah RI telah mengupayakan berbagai macam cara pendekatan, dengan harapan dapat mempengaruhi Malaysia, Thailand dan Sri Lanka untuk mempertimbangkan kembali keputusannya tidak keluar dari INRO. Namun, ketiga negara tersebut tetap pada keinginannya untuk keluar dari INRO. Akibatnya, INRO tidak dapat dipertahankan lagi keberadaannya. Pada Sidang Council INRO ke-41 yang diadakan pada tanggal 27-30 Oktober 1999, akhirnya INRO dinyatakan bubar sejak tanggal 13 Oktober 1999.

Sejak dibubarkannya INRO, tidak ada lagi organisasi yang berfungsi sebagai stabilisator harga. Bila terjadi fluktuasi harga, tidak ada lagi organisasi yang berfungsi seperti INRO. Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC), suatu organisasi yang anggotanya terdiri dari negara-negara produsen karet alam, yang diharapkan dapat berfungsi sebagai pengganti sebagian dari fungsi INRO, tidak dapat berjalan sebagaimana diharapkan. 

Bubarnya INRO, telah membawa dampak psykologis terhadap pasar, sehingga berakibat pada terus menurunnya harga karet alam di pasaran internasional. Dilatar-belakangi oleh merosotnya harga karat alam sejak krisis moneter tahun 1997 dan dibubarkannya INRO tahun 1999 tersebut, tiga negara produsen utama karet alam yaitu Thailand, Indonesia dan Malaysia sepakat mengadakan kerjasama di bidang perdagangan karet alam (Tripartite on Rubber Cooperation among Thailand, Indonesia and Malaysia).

Dalam upaya mengatasi merosotnya harga karet alam, Pemerintah Thailand, Indonesia dan Malaysia telah sepakat mendirikan perusahaan patungan karet alam bernama “International Rubber Consortium Limited (IRCo)”. Kesepakatan pendirian perusahaan patungan IRCo ini telah tertuang dalam Memorandum of Undrstanding (MoU) yang ditanda-tangani oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI, Menteri Agriculture and Cooperatives Thailand dan Menteri Primary Industries Malaysia pada tanggal 8 Agustus 2002 di Bali.

IRCo berfungsi sebagai pelengkap dari skema penyetabil harga yang lain, yaitu Supply Management Scheme (SMS) dan Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) sebagaimana disepakati dalam “Joint Ministerial Declaration (Bali Declaration) 2001”, yaitu melaksanakan kegiatan strategic marketing yang meliputi pembelian dan penjualan karet alam. 

Mekanisme Operasi IRCo
Mekanisme beroperasinya IRCo, secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Apabila harga karet alam pada suatu saat turun hingga menyentuh pada tingkat reference price yang telah disepakati, maka perlu dilaksanakannya langkah-langkah Supply Management Scheme (SMS) dan Agreed Export Tonnage Scheme (AETS)

[Dalam “Joint Ministerial Declaration (Bali Declaration) 2001”, ketiga negara telah sepakat melaksanakan pengurangan produksi sebesar 4% setiap tahunnya dalam jangka waktu tertentu melalui mekanisme SMS, dan melakukan pengurangan ekspor sebesar 10% melalui mekanisme AETS. Kebijakan AETS dan SMS mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2002]

2. Apabila harga karet alam terus menurun secara drastis dan mekanisme SMS maupun AETS tidak berhasil mengangkat harga karet alam pada tingkat harga yang wajar sesuai reference price, maka perlu ada tindakan yang harus dilakukan oleh Board of Directors IRCo, yang salah satu diantaranya adalah melakukan pembelian karet alam.

Posting Komentar

0 Komentar