Program Peningkatan Aksesibilitas Masyarakat Terhadap Jasa Pelayanan Sarana dan Prasarana

Program Peningkatan Aksesibilitas Masyarakat Terhadap Jasa Pelayanan Sarana dan Prasarana
Program ini bertujuan untuk memperluas jangkauan jasa pelayanan sarana dan prasarana sampai ke daerah-daerah terpencil dan perbatasan. Untuk itu, akan dilakukan intervensi pemerintah melalui upaya-upaya perintisan yang tidak semata-mata didasarkan atas pertimbangan kelayakan ekonomi, tetapi juga merupakan upaya pemerintah dalam membuka isolasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah tersebut.

Sasarannya adalah pemerintah akan menyediakan fasilitas prasarana dan memberikan subsidi untuk pengoperasiannya. Seiring dengan meningkatnya kemampuan ekonomi masyarakat, subsidi akan dihapus secara bertahap dan sistimatis agar tarif pelayanan mencerminkan harga pasar, sehingga dapat dilaksanakan secara komersial oleh badan usaha milik negara/daerah, swasta, koperasi dan masyarakat.

Agar pelayanan tersebut biayanya dapat terjangkau oleh masyarakat dilakukan langkah-langkah kebijakan peningkatan efisiensi dalam pengembangan dan pengoperasian jasa pelayanan. Peningkatan efisiensi dilaksanakan sejak tahap perencanaan termasuk standarisasi fasilitas sarana dan prasarana energi sampai tahap pengoperasiannya dengan mempertimbangkan keadaan masyarakat dalam menanggung biaya pelayanannya. Untuk menjamin pelaksanaan kegiatan tersebut, diperlukan penyempurnaan dan penguatan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan mekanisme tarif yang disesuaikan terhadap dayabeli masyarakat.
Arah kebijakan di ketenagalistrikan adalah (i) peningkatan peran serta swasta, koperasi, pemerintah daerah dan masyarakat dalam upaya perluasan jangkauan pelayanan jasa tenaga listrik dan (ii) pengembangan potensi energi setempat/lokal untuk pembangkit skala kecil dan menengah.

Beberapa kebijakan dan langkah-langkah operasional yang telah ditempuh pada sektor energi meliputi antara lain: (a) mencegah dan mengurangi kerugian (losses) berkaitan dengan pengusahaan komoditas; (b) mempertahankan dan meningkatkan keuntungan (gain); (c) menciptakan kondisi yang kondusif, terutama menyangkut kepastian hukum, jaminan keamanan, serta praktek usaha pertambangan yang baik (good mining practice); (d) mengoptimalkan fungsi ketatalaksanaan penyelenggaraan dan aparatur departemen teknis terkait berdasarkan tata pemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintah yang bersih (clean government); (e) mengoptimalkan potensi sumberdaya energi dan mineral secara berkelanjutan dalam upaya memperoleh devisa, pengembangan dan penciptaan nilai tambah; (f) mengoptimalkan penyediaan energi dan tenaga listrik; serta (g) mengoptimalkan implementasi otonomi daerah di bidang energi dan pertambangan umum.

Salah satu usaha pemerintah untuk mengurangi besarnya subsidi BBM, yaitu dengan memberlakukan harga jual BBM di dalam negeri berdasarkan harga pasar dalam hal ini ”MOPS (Mid Oil Platts Singapore)+ lima persen”. Dengan demikian harga jual BBM akan berubah/berfuktuasi setiap bulan.Harga BBM dipengaruhi antara lain harga minyak mentah di pasar internasional dan nilai tukar rupiah terhadap USD.Untuk melindungi masyarakat dan mengamankan APBN jika terjadi lonjakan harga yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, pemerintah tetap memberi pengaman yaitu dengan menetapkan harga tertinggi (ceiling price) dan harga terendah (floor price) untuk masing-masing jenis BBM. Sebagai tanggung jawab pemerintah terhadap golongan masyarakat tertentu harga minyak tanah untuk rumah tangga dan usaha kecil ditetapkan fix sepanjang tahun berlaku dan masih diberi subsidi relatif besar.Mekanisme penetapan  harga BBM ini telah dimulai pada tahun 2001 untuk kelompok konsumen (industri, pertambangan dan kapal tujuan luar negeri) dan pada tahun 2002 diberlakukan untuk umum. Dengan kebijakan penetapan harga BBM tersebut, pemerintah dapat mengurangi subsidi BBM secara bertahap. Subsidi BBM yang dialokasikan dalam APBN TA 2001 sebesar Rp 41,3 triliun dan APBN TA 2002 sebesar Rp 30,4 triliun. Dalam APBN TA 2003 alokasi subsidi BBM sebesar Rp 13,2 trilyun namun kebijakan harga yang dijadikan asumsi dasar perhitungan subsidi BBM tidak dapat dilaksanakan karena perubahan/kenaikan harga BBM mendapat penolakan dari masyarakat, sehingga dalam penyesuaian APBN ditetapkan alokasi subsidi BBM sebesar Rp 24,5 triliun.

Dalam rangka mendukung Otonomi Daerah telah dilaksanakan beberapa kegiatan, antara lain: mensosialisasikan kebijakan/peraturan perundangan-undangan di sektor energi dan sumber daya mineral kepada pemerintah daerah yang berkaitan dengan penyusunan peraturan daerah agar tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat; melaksanakan rapat kerja antara Pemerintah Pusat dengan Daerah penghasil migas mengenai penetapan alokasi lifting migas ke daerah penghasil migas dan penyamaan persepsi terhadap lifting migas ke daerah; Menerbitkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Pengaturan Pembagian Pendapatan Migas (lifting)dan Mineral antara Pusat dan Daerah; penyebarluasan informasi potensi sumber daya mineral, batubara, gambut, bitumen padat, panas bumi, gunung api dan air bawah tanah.

Hasil-hasil yang telah dicapai meliputi pembangunan listrik perdesaan baik melalui ekstensifikasi pada desa-desa baru maupun intensifikasi pada desa-desa lama sehingga sampai dengan akhir tahun 2003 rasio desa terlistriki telah mencapai 78,5%, walaupun secara nasional rasio elektrifikasinya masih rendah yaitu 54,8%. Untuk daerah-daerah terpencil, terisolasi dan perbatasan (remote area) diupayakan pengembangan pembangkit skala kecil dengan memanfaatkan energi terbarukan seperti mikro hidro (PLTMH) dan surya (PLTS). Adapun untuk daerah-daerah yang mempunyai tingkat beban yang memadai namun jauh dari potensi energi maka diupayakan penyediaan pembangkit mobile diesel, sehingga apabila suatu saat telah dapat dilakukan interkoneksi maka pembangkit yang ada dapat direlokasi ke daerah lain yang membutuhkan. Pembangkit-pembangkit ini terutama diarahkan untuk daerah-daerah di Kawasan Timur Indonesia (KTI).

Pada subsektor pos dan telekomunikasi, upaya peningkatan aksesibilitas masyarakat dilakukan melalui perluasan jangkauan hingga ke daerah-daerah terpencil termasuk daerah perbatasan. Untuk menunjang fungsi kewajiban pelayanan umum (PSO dan USO) pada subsektor pos dan telekomunikasi, pada tahun 2003 pemerintah memberikan dana kompensasi kepada PT Pos Indonesia serta membangun fasilitas telekomunikasi di 3.016 desa dengan memanfaatkan dana APBN. Pada tahun 2004, pembangunan fasilitas telekomunikasi di daerah USO akan dilanjutkan di 7.500 desa. Pada subsektor penyiaran, pemerintah meningkatkan kapasitas jangkauan pelayanan melalui pengoperasian kembali beberapa pemancar TV dan pembangunan stasiun pemancar radio di Gunung Sitoli, Tarakan, Ende, Sintang, Toli-Toli, dan Tahuna.

Permasalahan yang dihadapi di sektor energi adalah sebagai berikut: pertama, Masih adanya beberapa perda yang kurang sesuai dengan UU Migas No. 22/2001 maupun UU No. 22/1999 dan berorientasi pada PAD, sehingga menjadikan iklim disinsentif bagi kontraktor. Tindak lanjut penyelesainnya adalah dengan melaksanakan rapat koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan melakukan sosialisasi UU terkait.

Kedua, belum dipahaminya mekanisme pembagian hasil sumber daya alam migas pusat dan daerah penghasil oleh pihak Pemda. Upaya penyelesaian dilakukan dengan melaksanakan rapat koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Ketiga, terjadinya gejolak penolakan oleh masyarakat terhadap kenaikan harga BBM. Tindak lanjut penyelesaiannya dilakukan dengan melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat

Keempat, terjadinya penyimpangan penggunaan/ distribusi minyak tanah akibat adanya disparitas harga minyak tanah untuk rumah tangga dan industri. Tindak lanjutnya dilakukan dengan rayonisasi distribusi dan  pewarnaan minyak tanah untuk rumah tangga.

Kelima, tumpang tindih pemanfaatan lahan antara wilayah kerja migas, batubara, panas bumi dan kehutanan. Tindak lanjut penyelesaiannya dilakukan dengan mengadakan rapat koordinasi antara instansi terkait.

Pembangunan energi masih menghadapi tantangan dalam kemampuan penguasaan teknologi dan rekayasa. Disamping itu, kurangnya tenaga terdidik dan terampil serta terbatasnya sarana untuk pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia juga merupakan tantangan. Kepedulian masyarakat terhadap kelestarian lingkungan yang semakin tinggi juga menyebabkan semakin ketatnya persayaratan pemilihan jenis bahan bakar dan teknologi yang digunakan. Sejalan dengan itu, pembangunan sarana penyediaan energi menghadapi masalah dengan daya dukung yang tidak seimbang seperti di Pulau Jawa.

Permasalahan yang ada di bidang ketenagalistrikan meliputi: (i) belum didukung melalui program yang terintegrasi untuk kegiatan produktif yang disertai dengan penciptaan kesempatan usaha mikro, kecil dan menengah, (ii) harga energi terbarukan yang belum kompetitif dibandingkan energi konvensional dan (iii) kurangnya kontribusi pemerintah daerah dalam upaya pengembangan potensi energi lokal.

Adapun tantangan yang harus dihadapi adalah (i) masih besarnya potensi energi terbarukan yang belum dikembangkan, (ii) kemampuan sumberdaya manusia yang ada dan (iii) adanya otonomi daerah sehingga memungkinkan pihak pemerintah, swasta, koperasi dan masyarakat di daerah ikut serta dalam pengembangan ketenagalistrikan

Secara umum, permasalahan yang dihadapi subsektor pos, telekomunikasi, informatika dan penyiaran dalam meningkatkan aksesibilitas masyarakat terutama di daerah yang secara ekonomi kurang menguntungkan adalah terbatasnya kemampuan pendanaan mengingat program ini lebih berdasarkan pada faktor ekonomi daripada finansial. Tidak adanya mekanisme dan metode penghitungan besaran kompensasi menyebabkan keberlanjutan program ini menjadi tidak terjamin.

Upaya-upaya tindak lanjut meliputi: (i) penurunan biaya investasi melalui penyederhanaan desain dan standar konstruksi listrik perdesaan dan pemanfaatan sumberdaya lokal tanpa mengurangi standar keselamatan dan keamanan, (ii) penurunan komponen biaya operasi dan pemeliharaan dengan mengoptimalkan potensi sumberdaya setempat termasukmeningkatkan kemampuan sumberdaya manusia, (iii) pengembangan sistem penyediaan tenaga listrik yang efisien melalui penyediaan fasilitas publik yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan masyarakat setempat dan (iv) pengembangan lembaga keuangan perbankan dan non perbankan sampai ke tingkat kabupaten yang diikuti skema pendanaan kredit mikro (kredit lunak) yang mendukung pelaksanaan usaha penyediaan dan penyambungan tenaga listrik sampai ke konsumen.

Dalam rangka meningkatkan aksesibilitas masyarakat akan jasa pos, telekomunikasi dan penyiaran, pemerintah perlu menetapkan mekanisme dan metode penghitungan besaran kompensasi dengan memperhatikan ruang lingkup PSO/USO masing-masing subsektor. Untuk mendukung fungsi PSO PT Pos Indonesia, TVRI dan RRI, pemerintah masih perlu menyediakan dana kompensasi selama periode tertentu. Selanjutnya, daerah-daerah PSO tersebut diharapkan dapat berkembang setelah beberapa tahun sehingga tidak lagi membutuhkan dana kompensasi pemerintah dalam penyediaan jasa pelayanan.

Sedangkan pada subsektor telekomunikasi, pemerintah perlu segera menyelesaikan penyusunan peraturan kewajiban pelayanan umum yang diantaranya mengatur besaran kontribusi penyelenggara telekomunikasi dalam membangun fasilitas telekomunikasi di daerah USO. Selanjutnya diperlukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan kewajiban pelayanan publik untuk menjaga efektivitas pemberian dana kompensasi.

Di samping itu, pemerintah perlu memulai penyusunan e-Indonesia Strategy yang terdiri dari rencana aksi untuk mewujudkan masyarakat informasi di tahun 2015 sesuai dengan kesepakatan World Summmit on Information Society. Sasaran yang hendak dicapai dalam kesepakatan tersebut diantaranya adalah terhubungnya seluruh desa, seluruh perguruan tinggi, sekolah menengah dan sekolah dasar, dan pemerintah daerah dengan fasilitas telematika.

Posting Komentar

0 Komentar