Persaingan dan Siklus Hidup industri

Struktur industri berbeda berdasarkan siklus hidup masing-masing industri, dinamika bersaing dan strategi bersaing yang penting untuk keberhasilan juga berbeda. Ada tiga tahapan umum siklus hidup industri yang relevan dengan pelajaran tentang dinamika bersaing: industri yang baru muncul, industri yang sedang berkembang, dan industri yang matang.

Perusahaan-perusahaan yang memasuki industri yang baru muncul berusaha membangun tempat atau bentuk dominasi dalam suatu industri. Adanya persaingan yang kompetitif dalam hal memperebutkan loyalitas konsumen. Dalam industri ini, tergantung pada jenis produk, perusahaan sering kali berusaha membangun kualitas produk, teknologi dan atau hubungan yang menguntungkan dengan pemasok untuk mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan dalam mengejar daya saing strategis.

Wirausahawan individu di perusahaan-perusahaan kecil, khususnya di sektor barang modal, berperan sangat penting menuju proses inovasi. Bahkan, dalam beberapa bidang, perusahaan-perusahaan besar menjadi inovator efektif. Sementara iut, wirausahawan individu dan perusahaan kecil masih memberi sumbangan besar juga (Hitt, et al, 1999).

Walaupun perusahaan kecil tidak menyediakan jaringan dan keuntungan aman dan besar bagi karyawannya, ada kenikmatan tersendiri bekerja di perusahaan kecil. Dengan bekerja di perusahaan kecil, karyawan merasakan semacam sasaran yang jelas. Perusahaan tahu apa yang diperbuatnya dan ke mana arahnya. Jalur komunikasi pendek dan langsung, karyawan mempunyai dedikasi dan kepedulian serta diberi tanggung jawab sungguh-sungguh. Mereka dilatih dalam sejumlah tugas dan biasanya diberi upah tertentu yang mendorong kesetiaan mereka terhadap pengusaha. Keberadaan wirausahawan dan perusahaan kecil dalam pengembangan produk baru dan penanaman inovasi adalah sangat penting (Hitt, et al, 1999).

Definisi Keunggulan Bersaing Berkelanjutan
Day dan Wesley (1988)  mengemukakan keunggulan kompetitif mempunyai dua arti yang saling berhubungan. Arti pertama memfokuskan pada superioritas keterampilan (superior skill) dan atau superioritas sumber daya (superior resources), dan arti yang kedua berkaitan dengan keunggulan posisional perusahaan yang dinyatakan dengan hasil-hasil kinerja superior (superior performance out comes).

Porter (1997) menyatakan keunggulan posisional bisnis yang dicapai oleh suatu perusahaan secara langsung merupakan hambatan (barriers) mobilitas kompetitif dalam persaingan karena dapat menjadi penghalang masuknya pesaing baru. Porter membedakan keunggulan strategik perusahaan karena dua hal: pertama, karena perusahaaan memiliki keunikan (berbeda dengan lainnya) yang dilihat oleh pelanggan dan kedua, karena perusahaan memiliki keunggulan posisi biaya yang relatif rendah dibanding dengan pesaing.

Tujuan dari strategi bersaing adalah untuk mendapatkan keberlanjutan keunggulan bersaing dan pada gilirannya memperbesar kinerja usaha. Keahlian yang unik dan aset diacukan sebagai sumber keunggulan bersaing. Porter (1997) menyatakan keunggulan bersaing merupakan hasil dari implementasi penciptaan nilai bukan hasil simultan dari implementasi pesaing potensial maupun saat ini, atau melalui eksekusi superior atau strategi yang sama dengan pesaing keberlanjutan prestasi diperoleh ketika keuntungan dapat bertahan menghadapi tantangan perilaku pesaing lain.

Dengan kata lain, kemampuan dan sumber daya di luar usaha keunggulan bersaing harus bertahan dari duplikasi perusahaan lain (Barney, 1991) dalam Bharadwaj, et al, (1993). Ada 4 faktor yang harus dipenuhi untuk menjadikan sumber terciptanya keunggulan bersaing berkelanjutan:
1.        Harus bernilai.
2.        Harus jarang dimiliki oleh pesaing.
3.        Harus dapat ditiru tapi tidak sempurna.
4.        Harus tidak ada secara strategi yang sama untuk mensubtitusi keahlian atas sumber daya ini.

Sumber daya dan keahlian perusahaan mempertimbangkan nilai-nilai ketika mereka membantu perusahaan dalam formulasi dan implementasi strategi yang meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Bagaimanapun, jika sumber daya keahlian dimiliki dalam jumlah besar dari pesaing tidak bisa dianggap sebagai sumber dari keunggulan bersaing berkelanjutan. Nilai-nilai dari organisasi yang langka dapat menjadi sumber keunggulan bersaing berkelanjutan, dan sumber daya yang kritis akan dapat ditiru secara tidak sempurna. Persyaratan terakhir dari keunggulan bersaing berkelanjutan adalah tidak dapat disubtitusikan. Menurut Coyne (dalam Bharadwaj et.al, 1993) mencatat bahwa sebuah perusahaan tidak hanya harus memiliki sumber daya yang dimiliki oleh pesaing tetapi juga kesenjangan kapabilitas harus membuat berbeda di mata konsumen. Dengan kata lain, agar perusahaan dapat menikmati keunggulan bersaing berkelanjutan dalam segmentasi pasar, perbedaan antara perusahaan dan pesaingnya harus ditunjukkan dalam satu atau lebih atribut produk yang diterima dan dirasakan oleh konsumen yang merupakan kriteria kunci pembelian. Keunggulan bersaing berkelanjutan tergantung pada dua faktor utama: competitive defendability, yakni kemampuan perusahan untuk berada satu langkah di depan pesaing, dan environmental consonance, yakni kemampuan perusahaan dalam beradaptasi dengan perubahan lingkungan.

Menurut Barney (1991) sumber daya meliputi semua aset seperti keahlian, proses organisasi, atribut, informasi, dan pengetahuan yang dikuasai oleh perusahaan dan yang menyebabkan perusahaan dapat menyusun dan mengimplementasikan strategi yang meningkatkan efisiensi dan efektivitas.

Perusahaan dengan kompetensi superior akan menghasilkan informasi yang lebih baik mengenai kebutuhan dan keinginan pelanggannya dan juga lebih baik dalam membangun dan memasarkan barang atau jasa melalui aktivitas yang terkoordinasi dengan baik. Lebih lanjut, kompetensi superior juga memberi perusahaan kemampuan untuk menghasilkan dan bertindak berdasarkan pengetahuan mengenai aksi dan reaksi pesaing, yang akan membantunya membangun keunggulan bersaing (Naver dan Slater, 1990; Touminen et al., 1997).

Aset-aset strategis didefinisikan sebagai seperangkat sumber daya dan kompetensi yang sulit untuk diperjualbelikan, sulit untuk ditiru disebabkan langka, sulit ditemukan dan khusus (unik), yang tersedia bagi perusahaan sebagai keunggulan bersaing (Amit dan Schoemaker, 1993).

Bogner dan Thomas (1994) mendefinisikan kompetensi inti sebagai keahlian khusus yang dimiliki perusahaan dan pengetahuan yang diarahkan untuk mencapai tingkat kepuasan konsumen yang lebih tinggi dibandingkan pesaingnya. Selanjutnya, kompetensi adalah keahlian yang memungkinkan perusahaan mencapai dasar-dasar customer benefits (Hamel dan Heene, 1994:87) melalui pembentukan, peningkatan, pembaharuan, dan penggunaan sumber daya yang membawa pada keunggulan bersaing yang berkelanjutan.

Untuk mempertahankan keunggulan bersaing, kompetensi inti haruslah menambah nilai, sulit digantikan, sulit bagi pesaing untuk meniru, dan dapat dipindahkan sepanjang perusahaan (Barney, 1991; Grant, 1991).

Kompetensi inti diarahkan untuk menciptakan keunggulan biaya dan atau keunggulan pada diferensiasi. Keunggulan biaya dan diferensiasi hanya akan menghasilkan kinerja di atas rata-rata apabila perusahaan dapat mempertahankannya. Meningkatkan posisi biaya relatif secara lestari memungkinkan perusahaan untuk mempertahankan paritas atau proksinu­tas biaya. Daya tahan diferensiasi perusahaan terhadap pesaing tergantung pada sum­ber daya tahan itu. Supaya berdaya tahan diferensiasi harus didasarkan pada sumber daya yang memiliki penghalang mobilitas untuk mencegah peniruan dari pesaing. 

Grant (1991) menyarankan kebutuhan untuk mengidentifikasi, menggolongkan, dan menilai sumber daya yang ada, membandingkan dengan  pesaing mereka, dan mengidentifikasi peluang untuk menggunakan sumber daya ini secara lebih efisien.

Langkah berikutnya adalah meneliti cara yang ditempuh oleh sumber daya organisasi dikombinasikan dengan  kemampuan menciptakan kemampuan strategis. Alat paling bermanfaat tersedia untuk bantuan di dalam proses analisa dan identifikasi ini adalah rantai nilai.

Berikutnya adalah langkah pendekatan resource-based ini untuk "menilai potensi  menghasilkan sewa dari sumber daya dan kapabilitas dalam kerangka potensi mereka untuk menciptakan, mempertahankan, dan mengeksploitasi keunggulan bersaing. Jika suatu organisasi mempunyai akses kepada sumber daya tertentu kemudian dapat menuntut suatu harga lebih tinggi untuk penggunaannya oleh orang lain, menjadikan tersedia-laba kelebihan ini adalah sewa yang ekonomi, yakni laba yang didapat oleh  "monopoli murni" tertentu.

Pendekatan resource-basedkepada teori keunggulan bersaing mengarahkan pada empat karakteristik sumber daya dan kemampuan yang akan menjadi faktor penentu penting untuk keunggulan bersaing berkelanjutan: durabilitas, transparansi, transferabilitas, dan replikabilitas (Grant, 1991).

Durabilitas adalah lamanya ketahanan sumber daya dan penurunan kemampuan dari waktu ke waktu, sehingga menyebabkan tingkat kemunduran keunggulan bersaing berkelanjutan. Sebagai contoh, perubahan teknologi dan peralatan dapat menjadi usang. Dengan cara yang sama, merek dagang dan reputasi dapat juga merosot dari waktu ke waktu.

Transparansi adalah kemudahan pesaing untuk mengidentifikasi, dan sesudah itu menyalin atau menggantikan suatu sumber keunggulan bersaing perusahaan. Adapun pesaing dapat membuka produk untuk melihat bagaimana mereka dirancang dan dirakit, dapat mengurangi lamanya waktu perusahaan untuk memelihara suatu keuntungan berdasar teknologi produk.

Transferabilitas adalah tingkat kemudahan untuk memperoleh akses gampang kepada sumber daya dan kemampuan yang dimiliki oleh pesaing bahkan di atasnya pesaing baik dari sisi biaya atau keuntungan nilai tambah didasarkan teknologi proses yang ada.

Replikabilitas adalah tingkat kesulitan untuk meniru kemampuan dan sumber daya suatu perusahaan yang  bisa mendukung keuntungan mereka. Kesempurnaan dari suatu rantai nilai organisasi dan kemampuannya mengatur rantai nilai yang kompleks semua berperan dalam menciptakan keunggulan bersaing berkelanjutan. Biasanya pada sumber daya tak berwujud dan sumber daya alami yang sukar untuk diidentifikasi dan direplikasi.

Konsep Keunggulan Bersaing Berkelanjutan
Konsep keunggulan bersaing merujuk pada teori-teori yang dikembangkan Barney (1991) yang menyajikan struktur yang lebih konkret dan komprehensif untuk mengidentifikasi pentingnya sumber daya dalam memperoleh keunggulan bersaing berkesinambungan. Barney (1991) mengutarakan empat indikator sehingga sumber daya yang dimiliki perusahaan dapat menjadi sumber keunggulan bersaing berkesinambungan. Keempat indikator tersebut antara lain bernilai (valuable), sumber daya langka di antara perusahaan yang ada dan pesaing potensial (rare), tidak mudah ditiru (imitability), dan tidak mudah digantikan (non-substitutability).

Berdasarkan konsep tersebut studi ini fokus kepada sumber daya yang dimiliki oleh usaha kecil baik yang berwujud maupun tidak berwujud, yang mana sumber daya tersebut haruslah langka, unik, khusus, sulit diganti, dan sulit ditiru. Karena itu, konsep keunggulan bersaing berkelanjutan yang digunakan dalam studi ini merupakan pendapat Barney (1991) dan Grant (1991) yang terdiri dari nilai-nilai dari perusahaan yang langka,
sulit ditiru (imitability), daya tahan perusahaan terhadap persaingan (durability), tingkat kemudahan untuk menyamai aset-aset strategis yang dimiliki oleh perusahaan (transferability).

1. Nilai-nilai dari perusahaan yang langka
Nilai-nilai dari perusahaan yang langka adalah sumber daya yang menciptakan nilai bagi suatu perusahaan dengan mengeksploitasi peluang-peluang atau menetralisir ancaman-ancaman dalam lingkungan eksternal perusahaan. Sumber daya dapat menjadi sumber keunggulan bersaing yang berkesinambungan hanya ketika sumber daya tersebut bernilai (valuable). Sumber daya dikatakan bernilai ketika sumber daya tersebut menyebabkan perusahaan mampu menyusun dan mengiplementasikan strategi-strategi yang dapat meningkatkan nilai bagi pasar sasaran dan pelanggannya. Sumber daya langka adalah sumber daya yang dimiliki oleh sedikit, jika ada, pesaing saat ini atau potensial.

Sumber daya perusahaan yang bernilai namun dimiliki oleh sebagian besar pesaing yang ada atau pesaing potensial tidak dapat menjadi sumber keunggulan bersaing yang berkesinambungan. Sebuah perusahaan dikatakan menikmati keunggulan bersaing ketika perusahaan tersebut dapat mengimplementasikan strategi penciptaan nilai yang tidak dapat dilakukan oleh sebagian besar perusahaan lainnya. Keunggulan bersaing dihasilkan hanya ketika perusahaan mengembangkan dan mengeksploitasi kompetensi yang berbeda dari pesaingnya.

Jika kompetensi yang bernilai tadi dimiliki oleh sebagian besar perusahaan, dan tiap-tiap perusahaan memiliki kemampuan untuk menggunakannya dengan cara dan teknik yang sama, dan selanjutnya mengimplementasikan strategi yang hampir sama, dapat dikatakan tidak ada satupun perusahaan yang memiliki keunggulan bersaing. Kesimpulan dari nilai-nilai perusahaan yang langka adalah nilai-nilai tersebut dibutuhkan oleh pasar dan nilai-nilai dari perusahaan jarang dimiliki oleh pesaing.
2. Sulit ditiru (imitability)
Sumber daya yang bernilai dan langka tersebut hanya dapat menjadi sumber keunggulan bersaing yang berkesinambungan jika perusahaan lain yang tidak memilikinya, tidak dapat memperoleh kompetensi tersebut. Barney (1986a; 1986b), menyatakan kompetensi inti disebut sangat sulit ditiru (imperfectly imitable). Adapun alasannya karena satu atau kombinasi dari tiga alasan berikut:

a.Kemampuan perusahaan untuk memperoleh kompetensi tergantung pada kondisi historis yang unik. Ketika perusahaan berevolusi, mereka mengambil keahlian, kemampuan, dan sumber daya yang unik bagi mereka, mencerminkan jalan setapak yang dilalui dalam sejarah (Barney, 1995). Cara lain untuk mengatakan ini adalah kadang-kadang perusahaan mampu mengembangkan kompetensi karena berada pada tempat dan saat yang tepat (Barney, 1999).

b.Hubungan antara kompetensi yang dimiliki oleh perusahaan dengan keunggulan bersaing yang berkesinambungan bersifat ambigu (causally ambiguous). Para pesaing tidak mampu memahami dengan jelas bagaimana suatu perusahaan menggunakan kompetensi intinya sebagai dasar dari keunggulan bersaingnya. Akibatnya, para pesaing tidak pasti tentang kompetensi-kompetensi yang harus mereka kembangkan untuk meniru manfaat dari strategi penciptaan nilai perusahaan yang disainginya itu.

c.Kompetensi yang menghasilkan keunggulan perusahaan tersebut bersifat sosial kompleks (socially complex). Sosial kompleks berarti kompetensi perusahaan setidaknya beberapa dan sering kali banyak adalah produk dari fenomena sosial yang kompleks. Contoh kompetensi yang sosial kompleks meliputi relasi antarpribadi, kepercayaan, persahabatan di antarmanajer, manajer dengan pegawai, dan reputasi perusahaan dengan pemasok dan pelanggan.

3. Daya tahan perusahaan terhadap persaingan (durabilitas)
Sumber daya perusahaan memiliki keunggulan bersaing berkelanjutan ketika dapat menghindar dari pesaing, lamanya ketahanan sumber daya dan penurunan kemampuan dari waktu ke waktu, sehingga menyebabkan tingkat kemunduran keunggulan bersaing berkelanjutan. Sebagai contoh, perubahan teknologi dan peralatan dapat menjadi usang. Dengan cara yang sama, merek dagang dan reputasi dapat juga merosot dari waktu ke waktu. Untuk itu tingkat lamanya dapat menjauhkan pesaing, menjadi salah satu sumber keunggulan bersaing berkelanjutan

4.Tingkat kemudahan untuk menyamai aset-aset strategis yang dimiliki oleh perusahaan (transferability)
Keunggulan bersaing berkelanjutan diperoleh ketika perusahaan memiliki kemudahan untuk memperoleh akses gampang kepada sumber daya dan kemampuan yang dimiliki oleh pesaing bahkan di atasnya pesaing, baik dari sisi biaya atau keuntungan nilai tambah didasarkan pada teknologi proses yang ada tersedia. Aset-aset strategis di sini didefinisikan sebagai seperangkat sumber daya dan kompetensi yang sulit untuk diperjualbelikan, sulit untuk ditiru disebabkan langka, sulit ditemukan dan khusus (unik), yang tersedia bagi perusahaan sebagai keunggulan bersaing (Amit dan Schoemaker, 1993).

Jadi, kesimpulan tingkat kemudahan untuk menyamai aset-aset strategis yang dimiliki oleh perusahaan adalah  kemampuan perusahaan untuk menjadikan  aset yang dimiliki menjadi keunggulan bersaing lebih baik dibandingkan dengan pesaing.

Posting Komentar

0 Komentar